1. PT Telkom dan PT AriaWest Internasional
PT AriaWest Internasional (AWI) menyatakan akan membawa
sengketa bisnis mereka dengan PT Telkom Tbk (Telkom) ke arbitrase Internasional
di Geneva. Namun AWI mengakui, arbitrase internasional adalah pilihan yang
terakhir, jika negosiasi buy out dengan BUMN terbesar tersebut menemui jalan
buntu.
AWI sendiri merupakan perusahaan yang pemegang saham
terbesarnya PT Artimas Kencana Murni (52,5%) dan perusahaan telekomunikasi
multinasional raksasa AT&T (35%). Perusahaan yang komisaris utamanya Edwin
Soerdjajaya ini sedang menjalin hubungan dengan operator telekomunikasi besar
Siemens dalam pembangunan SST lain.
Awal mula kasus ini, karena pernyataan pihak AWI ini agaknya ingin menegaskan kembali
posisi PT Telkom yang dianggap telah cidera janji dalam kontrak KSO (kerjasama
operasi). Sebelumnya, pada 1 April 2001 AWI mengeluarkan rilis yang
menyatakan pihaknya akan menyetop pembayaran pendapatan ke Telkom. Ini terkait
dengan tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban Telkom dalam kontrak KSO.
Sebagai
mitra KSO Telkom dalam pembangunan tambahan SST (satuan sambungan telepon) di
Divisi Regional (Divre) III Jawa Barat, AWI diwajibkan mengeluarkan MTR (Minimum
Telkom Revenue) untuk setiap SST yang telah terpasang. Di pihak lain,
Telkom wajib membangun sejumlah 474.000 SST sebagai lawan prestasinya.
Dalam
perjanjian itu, Telkom juga menyanggupi menyelesaikan 107.536 SST tambahan di
Divre III pada akhir 1997. Atas dasar itulah kemudian AWI menyanggupi dan mulai
membayar MTR pada Februari 1996. Akan tetapi, sampai dengan 30 Maret 2001,
meminjam istilah AWI, Telkom gagal memenuhi kewajibannya.
Denni
menjelaskan bahwa bagaimanapun juga, jumlah MTR adalah fixed karena
acuannya adalah jumlah SST yang dianggap telah ada. "Sekarang yang terjadi
kami telah membayar MTR tersebut mulai 1996, tetapi SST tambahan yang diperjanjikan
ternyata belum terpasang," kata Denni. Itu merupakan konsekuensi logis
karena 107.536 SST yang dijadikan asumsi awal tidak terpenuhi sebagaimana
mestinya.
Sedangkan
menurut Telkom, mereka telah memenuhi target 107.536 SST dan bahkan
realisasinya telah melebihi target. Seperti diberitakan Kompas,
Presiden Komunikasi Telkom, D. Amarudien, sejak November 1995 telah terbangun
sebanyak 152.940 SST atau ALU (access line unit). Ditambah lagi, semua
bukti-buktinya telah diserahterimakan kepada Direksi AWI pada 16 Juli 1997. Ketika hal ini dikonfirmasikan ke AWI,
mereka menyatakan berkas-berkas yang diserahkan Telkom pada 1997 itu hanyalah
merupakan klaim, bukan bukti realisasi proyek. Terlebih lagi, AWI menganggap
berkas-berkas tersebut tidak disertai dengan data pendukung yang cukup.
Dan
tidak seperti yang diberitakan di beberapa media, Denni mengungkapkan bahwa
pembayaran MTR yang dihentikan hanya sebesar 25% dari jumlah yang seharusnya.
Sejak 1996 AWI membayar MTR kepada Telkom sebesar Rp340 miliar. AWI menghentikan
pembayaran pendapatan atas saham tambahan kepada Telkom itu sebagai upaya untuk
mengembalikan kelebihan pembayaran.
Sebagai
pilihan lain untuk menyelesaikan sengketa dengan Telkom, AWI saat ini tengah
serius menjajaki opsi buy out. Akan tetapi, lagi-lagi
negosiasi buy out pun berjalan tersendat. Pasalnya, harga yang
diajukan Telkom sangat jauh terpaut dengan yang diinginkan AWI. Untuk
transaksi buy out ini, AWI mengajukan nilai AS$ 1,3 miliar,
sedangkan Telkom di lain pihak merasa cukup dengan angka AS$ 260 juta. Nilai
transaksi kedua mitra bisnis ini memang terpaut sangat jauh. Argumen Telkom
yang menyertai angka AS$ 260 juta mengacu pada penilaian kinerja AWI. Di sisi
lain, AWI menyatakan jumlah itu masih jauh dari hasil proyeksi ABN Amro atas transaksi
itu, yaitu sebesar AS$ 675 juta. ABN Amro dalam hal ini, menurut AWI, merupakan
konsultan independen yang tidak ada hubungan bisnis dengan AWI dan juga Telkom.
"Jadi penilaiannya pasti objektif," tegas Denni .
Sebenarnya,
saat kontrak KSO ditandatangani pada 1995, AWI dan Telkom sepakat untuk
melakukan kerjasama sampai dengan 2010. Kemudian di tengah jalan, lahirlah UU
No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, sehingga pemerintah menawarkan mitra
KSO Telkom lima opsi, yaitu modifikasi perjanjian, joint venture dengan
Telkom atau Indosat, lisensi, dan yang terakhir buy out. Tidak
diperlukan analisa khusus untuk mengatakan bahwa negosiasi ini akan berjalan
lebih alot ketimbang negosiasi pembelian silang saham Telkom dengan Indosat
beberapa waktu lalu. Bila kedua pihak akhirnya sepakat akan membawa sengketa
ini ke arbitrase internasional.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) akhirnya
menyelesaikan pembelian PT Aria West Indonesia. Persetujuan pembelian ini
diperoleh setelah Aria West mencabut gugatannya terhadap Telkom di arbitrase
International Chamber of Commmerce (ICC).
Menurut Direktur Utama Telkom Kristiono dalam siaran
persnya, Jumat (1/8), perusahaannya mengambilalih seluruh saham Aria West dari
PT Aria Infotek milik Edwin Soeryajaya, PT Mediaone International BV (anak
perusahaan AT&T Wireless) dan PT Asian Infrastructure Fund. Keseluruhan
transaksi ini bernilai US$ 167,77 juta. US$ 58,67 juta dibayar secara tunai
(US$ 20 juta telah dibayarkan pada saat penandatanganan Perjanjian Jual Beli
Bersyarat pada Mei 2002) dan US$ 109,1 juta akan dibayar dengan promes (tanpa
bunga) dalam 10 kali cicilan untuk tiap semester.
Penutupan transaksi pengambil alihan Aria West dan
penghentian proses arbitrase di ICC, akan menghilangkan ketidakpastian bagi
Telkom dalam membangun jaringan di Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten,
kata Kristiono. Aria West merupakan partner Telkom dalam pembangunan jaringan
telepon untuk Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten. Akibat krisis moneter,
proyek ini terhenti.
Pada Mei 2001 AriaWest mengajukan gugatan terhadap Telkom
sebesar US$ 1,3 milyar, ke ICC. Telkom dinilai telah melanggar kontrak kerja
sama operasi dengan Aria West sehingga dirugikan US$ 1,3 milyar.
2. Ayam Goreng Ny Suharti
Ayam
goreng salah satu kuliner yang dambaan setiap lapisan masyarakat. Selain bahan
baku yang mudah di dapat, ayam goreng bisa dikreasikan dengan bumbu dan sayur
apa saja sebagai pendampingnya. Tak heran banyak bisnis kuliner yang mengusung ayam
goreng sebagai menu andalan. Yogyakarta menjadi saksi kelahiran
aneka makanan legendaris termasuk Ayam Goreng Suharti. Perempuan ini mendapat
peran untuk bisa lahir dan besar di daerah istimewa ini. Suharti mengaku bisnis kulinernya tidak akan hadir tanpa
resep milik Mbok Berek.
Mbok
Berek merupakan salah seorang keluarga Suharti dan juga pencetus dari ayam
goreng legendaris yang banyak menjamur di Yogyakarta. Bersama dengan sang
suami, Suharti melihat peluang besar untuk mencoba berjualan ayam
goreng. Semula ia menjual dalam jumlah sedikit dan melalui pintu ke pintu.
Tahun 1962 menjadi saksi perjuangannya dengan penggunaan nama Mbok Berek dalam
merek dagangannya.
Setelah
melihat banyak kemajuan dari usaha yang digelutinya, Suharti memberanikan diri
untuk melepas nama Mbok Berek dan menggunakan namanya sendiri. Selang 10 tahun,
Ayam Goreng Suharti pun berdiri pertama kali di Jalan Sucipto No. 208,
Yogyakarta. Bangunan tersebut menjadi saksi dan pusat perdagangan bisnis kuliner milik Suharti.
Dua
tahun setelah menetap, ia memasarkan ayam gorengnya ke daerah Jakarta, Bandung,
Purworejo, Semarang, dan juga Medan. Disusul pada era 1990-an, Ayam Goreng
Suharti membuka cabang di Pulau Bali. Ciri khas yang diangkat Suharti
dalam bisnis kulinernya adalah penggunaan bahan
ayam kampung serta paduan resep sambal ulek buatannya. Tentunya dengan nasi
yang cocok di lidah pelanggan, hal tersebut menjadi daya pikat para konsumen
dalam berlangganan di sini.
Semakin
sukses usaha yang dijalani Suharti, ada saja masalah yang menghampirinya.
Ternyata ia dikhianati sang suami yang membawa lari semua usahanya yang sudah
mereka rintis sejak awal. Semua cabang yang sudah dibuka pun diakuisisi oleh
suaminya.
Hal
tersebut dipicu oleh kehadiran orang ketiga yang berhasil menggoda sang suami,
Sachlan. Suharti merelakan kejadian pahit tersebut dan memberanikan diri untuk
membuka kembali gerai ayam gorengnya di Semarang.
Dengan
keberaniannya, Suharti bangkit di tahun 1991, dan membuat logo baru yang tidak
bisa ditiru oleh orang lain. Ia menggunakan fotonya sendiri dalam kuliner ayam goreng legendaris
ini. Meskipun mengalami pecah kongsi dan pernah dikhianati, kini bisnis kuliner Ayam Goreng Suharti
tetap menjadi salah satu kuliner legendaris yang banyak dicari orang.
Menurut UU Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) telah diatur
berdasarkan Pasal 35 ayat (1) bahwa harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama, dengan catatan tidak ada perjanjian
perkawinan tentang pemisahan harta. Segala sesuatu benda yang mempunyai nilai
ekonomis dapat dikategorikan sebagai harta, baik itu benda tak bergerak
(tanah), benda bergerak (emas), juga dalam perkembangan hukum seperti listrik
(benda tak berwujud) dikategorikan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai
ekonomis.
Kekayaan
di bidang Hak Kekayaan Intelektual masuk kategori harta karena merupakan benda
tak berwujud yang mempunyai nilai ekonomis. Oleh karena itu secara nasional
bahkan internasional telah disepakati bahwa perlu diatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Indonesia
juga sudah memiliki peraturan lengkap yang tujuannya adalah melindungi hak
kekayaan intelektual yang dalam dunia bisnis memiliki nilai ekonomis.
3. Vincentius Amin Sutanto pada PT Asian Agri Abadi
Tersangka
pembobol rekening PT Asian Agri Abadi Oil & Fats Ltd senilai US$ 3,1 juta,
atau Rp 30 miliar, Vincentius Amin Sutanto yang kini sudah ditahan Polda Metro
Jaya, ternyata sempat berencana melarikan diri ke luar negeri. Dalam
penyelidikan, polisi menemukan tiket ke Sidney dan Penang yang akan
dipergunakan Vincentius. Direktur Asian Agri Semion Tarigan menyatakan, dia
mendapat informasi dari kepolisian bahwa polisi berhasil menemukan dua tiket
penerbangan dengan tujuan berbeda. Tiket pertama tertanggal 23 November 2006
dengan tujuan Sidney, Australia, sedangkan satu tiket lagi untuk penerbangan
tanggal 24 November 2006 dengan tujuan Penang, Malaysia."Kedua tiket itu
sepertinya merupakan upaya untuk melarikan diri setelah pembobolan.
Kelihatannya, memang perencanaan Vincentius sudah cukup lama, sejak tahun
2004," kata Semion Tarigan kepada wartawan di Medan, Minggu, (17/12/2006).
Upaya pembobolan Vincentius dimulai sejak 15 September 2004, ketika dia
mendirikan dua perusahaan fiktif bernama PT Asian Agri Jaya dan PT Asian Agri
Utama. Komposisi pengurus dan pemegang saham perusahaan tersebut adalah Hendri
Susilo dan Joko Purnomo. Kantornya merupakan Services Office di
Sampoerna Strategic Square dan membuka rekening di Panin Bank Cab Lindeteves,
Jakarta. Vincentius selanjutnya membuat tiga Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Di
Tangerang, dia membuat KTP atas nama Viktor Susanto dan di Singkawang,
Kalimantan Barat, atas nama Viktor Setiawan. Lantas pada 15 November 2006,
dengan kemampuannya selaku pengawas keuangan pada Asian Agri, dia mengirim dua
aplikasi pemindahan dana Asian Agri Abadi Oils & Fats Limited di Bank
Fortis Kantor Cabang Singapura secara illegal. Di dalam dua aplikasi tersebut
diinstruksikan pemindahan (transfer) dana sebanyak US$ 3,1 juta ke rekening di
Bank Panin. Yakni US$ 1,9 juta ke rekening PT Asian Agri Jaya, dan US$ 1,2 juta
ke rekening PT Asian Agri Utama. Dana itu diterima pada 16 November. Asian Agri
baru mengetahui kasnya dibobol setelah ada konfirmasi dari Singapura pada 16
November.
Kasus
itu dilaporkan ke kepolisian Singapura dan ke Polda Metro Jaya. Namun pelaku sudah
sempat menarik Rp 200 juta dari rekening PT Asian Agri Jaya. Pelaku hampir
berhasil memindahkan semua dana yang ada di dalam rekeningnya jika saja teller
Bank Panin tidak hati-hati mencurigai adanya masukan dana ke dalam dua rekening
tersebut. Apalagi Vincentius menarik uangnya lagi dalam waktu singkat padahal
selama ini rekeningnya tidak aktif. Lantas pada 17 November 2006, Vincentius
menghilang dari kantor. Dia menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya pada 11
Desember 2005, sekitar pukul 17.30 Wib diantar Mikael Marut, kuasa hukumnya.
Padahal
sejak 5 Desember polisi sudah mengupayakan pencarian Vincentius di luar negeri
melalui interpol. Menurut Semion, tertangkapnya Vincentius merupakan upaya dan
kerja keras Polda Metro Jaya. "Ini sangat menggembirakan. Kita apresiasi
dan salut atas keseriusan polisi menangani masalah ini," kata Semion
Tarigan. Sementara mengenai ancaman Vincentius yang akan membeberkan bukti
penggelapan pajak Asian Agri, Semion Tarigan menyatakan itu hanya sebatas
ancaman. Dikatakannya, Vincentius memang ahli membuat dokumen palsu, ahli
komputer dan ahli computer networking. Sehingga gampang baginya
memalsukan atau merekayasa data-data perusahaan seolah-olah data tersebut
benar. Tetapi Semion yakin, walau bagaimanapun pasti pihak kepolisian lebih
ahli.
Sumber
:
https://bisnis.tempo.co/read/9232/telkom-selesaikan-pembelian-aria-west/full&view=ok
https://news.detik.com/berita/d-721022/pembobol-rekening-asian-agri-sempat-berencana-ke-luar-negeri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar